A. Sejarah
Tradisi Magoak-goakan
Tradisi
Magoak-goakan berasal dari Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupaten
Buleleng. Permainan ini diperkirakan sudah ada pada masa pemerintahn Ki Gusti
Ngurah Panji Sakti di Buleleng. Konon kemunculan permainan tradisional ini
dilatarbelakangi persoalan politik berkaitan dengan kekusaan raja Ki Gusti
Ngurah Panji Sakti ke Blambangan Jawa Timur. Diceritakan Raja Ki Gusti Ngurah
Panji Sakti hendak mau menyerang ke Blambangan, pada saat itulah Ki Tamblang
Sampun mendapat perintah dari I Gusti Anglurah Panji untuk memanggil seluruh
anggota laskar Taruna Goak untuk berkumpul di halaman Puri Panji. Acara
dimulai dengan upacara ritual dan disusul pementasan tarian "Baris Goak"
yang ditarikan oleh 20 orang anggota pasukan. Setelah itu dimulailah permainan
"Magoak-goakan", yaitu permainan "Madangdang-dangdangan",
yaitu permainan saling isi mengisi keinginan sadrasa antara anggota
dalam permainan.
Masing-masing
orang bergiliran menjadi "Goak" yang boleh meminta apa saja
yang diinginkan. Seluruh pemain telah mendapatkan apa yang mereka inginkan,
makanan-minuman (boga), pakaian, perabot (upaboga) termasuk
perempuan untuk isteri (pariboga). Semua itu diberikan oleh I Gusti
Ngurah Panji kepada anggota "Taruna Goak". Pada giliran akhir,
I Gusti Ngurah Panji menjadi "Goak". Seluruh pasukan Taruna
Goak serempak bertanya: "Hai Goak, apa keinginanmu?" Sang Goak
menjawab:
"Guaak,
gwaak, gaak, aku ingin menggempur Blambangan.....!!"(... ri uwusiŋ samaŋkana
/ gumanti sri bupati dadi gowak / tinaňan deniŋ papatih kabeh / gowak apa karĕpmu
/ sumawur tikaŋ gowak / gowak guwak / wak / arĕp anjayêŋ Braŋbaŋan / asurak
tikaŋ wwaŋ kabeh / apan sĕsĕk syuh pĕnuh punaŋ bala ananonton /..)
Terjemahan:
Seketika riuh
bersorak gemuruh dengan penuh semangat untuk memenuhi keinginan Sang Goak,
tidak lain I Gusti Anglurah Panji sebagai goak. Para hadirin dan penonton
semuanya bersorak riuh memberi dukungan semangat untuk mengempur Blambangan.
Penyerangan
"Taruna Goak" ke Blambangan. Laskar Den Bukit "Taruna
Goak" harus telah dipersiapkan dengan segala kemampuan karena I Gusti
Anglurah Panji menyadari bahwa prajurit Blambangan dengan pasukan berpengalaman
yang terkenal kebal senjata dengan ilmu tenung. Oleh karena itu persiapan
matang harus dilakukan. Selain keris, tombak dan panah juga dikembangkan
senjata sumpit dengan panah beracun. Lagi pula letak ibu kota Blambangan
berpindah beberapa kali membuat strategi penyerangan sulit.
Laskar dibagi
empat bagian, termasuk armada kapal laut, pasukan panah, sumpit, tombak
termasuk pasukan senjata api (bedil) dan logistik. Setelah ditentukan
hari yang baik oleh Sang Bhagawanta mulailah pasukan bertolak ke
Blambangan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Panji berbekal senjata keris pusaka Ki
Semang dengan tulup Ki Pangkajatattwa. Selain itu ada dua senjata
bertuah asli buatan Banjar, Ki Baru Ketug dibawa oleh I Gusti Tamlang dan Ki
Baru Sakoti dibawa oleh I Gusti Batan. Armada kapal berlayar melalui Segara
Rupek menuju pantai Tirta Arum.
Penduduk
sangat terkejut munculnya pasukan Taruna Goak yang menyerang tiba-tiba.
Banyak penduduk yang lari tanpa arah, ada yang ke utara dan ke selatan, ada
yang lari menuju kota. Sampai di Banger mendapat perlawanan sengit dari pasukan
Macan Putih Blambangan. Pertempuran berkecamuk secara membabi buta. Mayat
bergelimpangan dan darah membasahi medan pertempuran.
Pasukan
Bali sangat ahli mempergunakan senjata sumpit sehingga banyak jatuh korban dari
pihak laskar Macan Putih tak akan mampu menandingi pasukan Bali, dengan
demikian Kerajaan Blambangan dapat dikuasai oleh I Gusti Ngurah Panji. Ribuan
prajurit Blambangan menyerahkan diri kepada Patih I Gusti Tamblang dan
bersumpah setia kepada I Gusti Anglurah Panji Raja Den Bukit. Setelah beberapa
lama berada di Blambangan, beliau mengangkat putranya tertua I Gusti Ngurah
Wayan sebagai Raja Blambangan dengan pasukan prajurit 600 orang ( Sejarah
Buleleng: 14-16).
B. Persiapan
dan Aturan Permainan
Masyarakat
berkumpul di lapangan Desa Panji, sebelum pelaksanaan masyarakat mengalirkan
air untuk menggenangi lapangan setempat. Yang tujuannya adalah untuk para
pemain goak yang jatuh pada saat melakukan permainan ini tidak terluka.
Karena dalam permainan Magoak-goakan tidak ada yang mengatur, maka
muda-mudi bermain dengan cara berlari-lari sambil menarik teman-temannya yang
ada dipinggir lapangan untuk ikut bersama melakukan permainan Magoak-goakan.
Adapun
aturan permainan yang ada dalam tradisi Magoak-goakan antara lain,
pemain di depan harus bisa menangkap ekor yang ada di belakang, jika ekornya
sudah tertangkap maka selesailah permainan Magoak-goakan, dan pemeran goak
tadi masuk kedalam barisan, dan digantikan oleh pemain goak yang
lainnya. Untuk memerankan menjadi goak tidaklah mudah untuk berlari,
melainkan faktor lapangan yang becek mengakibatkan peserta cepat jungkir balik,
karena ikat pinggangnya juga dipegang dari belakang.
C. Tempat dan
Waktu Pelaksanaan Tradisi Magoak-goakan
Permainan
ini dilakukan di lapangan Desa Panji, dari masyarakat sangat antusias turun ke
lapangan setempat untuk ikut ataupun menyaksikan pelaksanaan tradisi Magoak-goakan
tersebut, karena dalam permainan ini tak ada yang mengkordinir, ataupun
memaksa untuk ikut melaksanakan tradisi Magoak-goakan tersebut.
Adapun
tradisi Magoak-goakan ini dilakukan pada saat Ngembak Geni, yang
dimulai pada sore hari dari jam 15.00- selesai. Tujuan dalam pelaksanaan ini
adalah untuk menjalin rasa manyama braya diantara masyarakat yang ikut
melaksanakannya tradisi Magoak-goakan, dan sebagai ajang pelestarian
budaya yang diwariskan para leluhur.
D. Permainan
Tradisi Magoak-goakan
Dalam
tradisi Magoak-goakan masyarakat Panji sangat antusias untuk
mengikutinya. Baik yang ikut serta dalam permainan maupun yang menonton.
Komposisi dalam permainan tardisi ini yaitu berleret ke belakang,
berselang-seling antara pemain perempuan dengan yang laki-laki. Dalam permainan
ini, pemain goak berlari sekuat tenaga untuk menangkap ekor dari
permainan itu sendiri.
2. Fungsi
Tradisi Magoak-goakan
Tradisi
Magoak-goakan yang dilaksanakan dengan penuh rasa kebersamaan oleh
masyarakat Panji, karena tradisi ini sudah mendarah daging dapat dianggap
sebagai segala aspek yang mempengaruhi segala kehidupan masyarakat Panji sendiri,
yang terdapat dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan sosial. Jadi
berdasarkan dari sejarah dan asal-usul timbulnya tradisi Magoak-goakan yang
berada di lingkungan masyarakat Panji, dapat digolongkan menjadi lima fungsi,
yang meliputi:
A. Fungsi
Religius
Untuk
mencapai kedamaian secara mantap, maka ketiga unsur sebagai pencipta dalam
kesejahteraan, yaitu disebut dengan ajaran Tri Hita Karana antara lain: Parahyangan,
Palemahan, dan Pawongan. Ketiga unsur di atas bekerja dengan rapi
untuk bekerja saling jalin menjalin, sehingga Desa betul-betul merupakan badan
hukum yang komplit, karena merupakan suatu kehidupan (Cudamani, 1989: 75).
Dalam
pelaksanaanya melalui mendekatkan diri dengan Dewa-Dewi, dan para leluhur, yang
diawali dengan persembahyangan di pura Pajenengan Panji. Dalam
persembahyangannya tidak ada yang memimpin diharapkan dapat membantu manusia
untuk menjalin rasa persaudaraan dan kesejahteraan.
B. Keharmonisan
Keharmonisan
dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Tim-Penyusun (1991:342), mengandung arti
suatu keadaan yang selaras atau serasi dimana keserasian ini diakibatkan
beberapa faktor yang ikut menjadi bagian yang saling menguntungka, sedangkan
keselarasan mengandung makna kesesuia, pusat pelaku dalam harmonisasi yang
hidup di Bumi berusaha untuk menyelaraskan, menyesuaikan dan mencocokkan
dirinya dengan Tuhan, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang ada
disekitarnya.
Dalam kitab Manawa
Dharmasastra III, 76 dikatakan:
agnau
prastahutih samsyag
adityam
upatistate,
adityajjayate
vrstir
vrsterannamtatah
prajah.
Terjemahan:
Pesembahan yang
dimasukkan api akan mencapai matahari, Dari matahari akan turunlah hujan,
Dari
hujan timbullah makanan dari mana maklhuk hidup mendapatkan hidupnya
Apa yang kita
terima dari alam sudah sepantasnyalah kita kembalikan kea lam, proses itu akan
berulang kembali, karena berjalan dengan adil. Tradisi Magoak-goakan bertujuan
untuk menciptakan keseimbangan, keharmonisan, dan keselarasan dalam diri,
maupun untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Adapun kegiatan yang
bersifat ritual, baik yang berkaitan dengan agama maupun tradisi. Magoak-goakan
adalah sebagai warisan yang diyakini memiliki arti dan makna bagi
masyarakat Panji, dan dapat rasa kebersamaan dan keharmonisan.
C. Sosial
Budaya
Dilihat
dari segi sosial budaya tradisi Magoak-goakan ini sebagai alat untuk
menjalin rasa persatuan, persaudaraan, rasa tanggungjawab bersama sebagai
faktor utama dalam pembangunan, dan tercapinya masyarakat yang adil. Dengan
adanya kesatuan, persaudaraan, dan persamaan hak dan kewajiban maka timbullah
rasa tanggungjawab dan kesetiaan masyarakat Desa demi tercapai kesejahteraan
bersama. Berdasarkan kenyataan mengenai jumlah masyarakat yang ikut dalam
tradisi Magoak-goakan, dapat diukur seberapa besar kekuatan tenaga
kerja, dan sifat gotong royang sebagai faktor utama didalam pembangunan, demi
tercapainya masyarakat adil dan sejahtera.
D. Solidaritas
Manusia
adalah homo sosius yang tidak bisa lepas dari orang lain, manusia tidak dapat
hidup sendirian, dan selalu hidup bersama-sama dengan manusia lain. Manusia
hanya dapat hidup dengan baik apabila ia hidup bersama-sama manusia lain dalam
masyarakat. Dalam kehidupan ini tak bisa dibayangkan apabila manusia hidup
sendiri, tanpa berhubungan dan bergaul dengan sesama manusia lainya. Hanya
dalam hidup bersama manusia dapat berkembang dengan wajar, hal ini menunjukkan
bahwa sejak lahir sampai meninggal manusia memerlukan pertolongan orang lain
dalam kesempurnaan hidupnya.
Dilihat dari
fungsi solidaritas, dimana para pemain dituntut untuk bekerja keras, saling
bantu, dan membagi suka maupun duka dalam permainan Magoak-goakan ini.
Permainan Magoak-goakan ini menuntut agar pemain harus bekerja keras
dalam menyerang dan menakklukan lawan. Hal ini tampak pada gerakan-gerakan
lincah yang diperagakan oleh para pemain, yang kadang kala berlari, menari,
jongkok, merayap berputar-putar, berbalik, atau melompat ke sana ke mari.
E. Pariwisata
Berdasarkan
pada asal mula dari tradisi Magoak-goakan di Desa Panji yang mempunyai
fungsi sebagai peringatan dari kemengan kerajaan Buleleng, yang kala itu
dipimpin oleh Ki Barak Panji Sakti atas melawan kerajaan Blambangan, maka acara
peringatan yang dikaitkan dengan kepercayaan, diekspresikan kedalam bentuk seni
budaya sesuai dengan kreatif penciptaanya. Dalam pariwisata tradisi Magoak-goakan
ini, memperkaya kebudayaan Bali, mendapatkan perhatian dari wisatawan
domestik maupun mancanegara, dan berusaha untuk meningkatkan Desa Panji ke
daerah wisata.
3. Makna Dalam
Tradisi Magoak-goakan
Tradisi
Magoak-goakan ini dilaksanakan dengan penuh keakraban tanpa ada yang
membedakan status ataupun golongan, dianggap sebagai suatu hal yang sudah
mempengaruhi kehidupan pada masyarakat Panji, dapat digolongkan menjadi tiga
makna, yang meliputi:
A. Makna Etika
Dalam
kehidupan manusia dituntut untuk berbuat atau bertingkah laku yang baik, hal
ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan suatu keselarasan dan
keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Etika berkaitan erat dengan kata
moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu “mos” dan dalam
bentuk jamaknya “mores” yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang atau sekelompok orang (Ruslan, 2001: 29).
Frans
Magnis-Susena dalam bukunya yang berjudul Etika Jawa menyatakan bahwa, “Etika”
merupakan keseluruhan norma-norma dan penilaian yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupan
( Susena, 1993: 6).
Ajaran Agama Hindu
mengajarkan agar manusia dapat berkata yang benar yang disebut dengan wacika
parisuda. Bahwa dengan berkata-kata yang benar kita akan mendapatkan
kebahagiaan dan keselamatan. Hal ini sesuai dengan kitab suci Sarasamuscaya
sloka 75 disebutkan sebagai berikut:
Nyang tanpa prawrityaning wak, pat awehnya, pratekyannya,
ujar ahala, ujar uprgas, ujar picuna, ujar nithya, naan tang pat sanggahaning
wak, tan ujarakena, tan angina-ngena,kojarnya.
Terjmahannya:
Inilah
yang patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya, yaitu perkataan jahat,
perkataan kasar, menghardik, perkataan memfitnah, perkataan bohong, itulah
keempatnya harus disingkirkan dari perkataan, jangan diucapkan, jangan
dipikir-pikirkan akan diucapkan (Kajeng, dkk, 1997: 65-66)
Sesuai
dengan pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa sungguh pentingnya perkataan
yang suci, sehingga dapat menyenangkan atau membahagiakan sesama manusia.
Begitu pula dengan perbuatan yang baik berdasarkan dharma, agar mencapai
kebahagiaan dan keharmonisan.
Dilihat
dari segi etika maka tradisi Magoak-goakan, berusaha untuk saling hormat
menghormati, tanpa ada yang membedakan status dalam pelaksanaanya, sabriyuk
sapanggul yang tujuannya untuk saling bergotong royong, untuk terjalin
hubungan yang selaras antara yang ikut melaksanakannya.
B. Makna
Estetika
Berdasarkan
Kamus Umum Bahasa Indonesia kata seni adalah indah, halus, dan luhur
(Poerwardaminta, 1983: 157). Sedangkan budaya berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti pikiran akal budi. Jadi seni budaya adalah segala hasil daya cipta
karsa manusia yang diciptakan dengan pikiran yang halus dan indah.
Seni budaya adalah
segala hasil daya cipta manusia yang diciptakan dengan halus, indah, dan luhur
yang dibuat oleh tangan manusia itu sendiri. Setiap manusia mempunyai perasaan
seni terhadap sesuatu yang dipandangnya. Alam dengan keanekaragamannya
mempunyai nilai-nilai seni dan semua itu tergantung dari cara pandang manusia
itu sendiri. Kalau dilihat dari alat yang dipergunakan dalam permainan ini
seperti, topeng dan gambelan baleganjur yang mengiringi prosesi dari Magoak-goakan
maka sangatlah mengandung nilai-nilai seni budaya didalamnya.
C. Makna
Pendidikan
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Tim-Penyusun (1991: 232) disebutkan bahwa:
pendidikan berasal dari kata “ didik” berarti memelihara, memberi latihan
(ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Selanjutnya kata “didik” mendapatkan awalan pe- dan an, sehingga
menjadi kata bentukan pendidikan yang berarti proses perubahan sikap dan tata
tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui pengajaran dan pelatihan.
Dalam sistem
ajaran Agama Hindhu, Sradha mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai
rangka Dharma, kerangka bentuk isi dari pada Agama Hindu. Sradha sebagai
alat atau sarana dalam mengantar manusia menuju kepada Tuhan. Pengertian ini
dapat kita lihat dalam kutipan sebagai berikut:
Sradha
Satyam Ajayoti,
Sradham
Satye Prajapatih
Terjemahan
Dewa sradha akan
mencapai Tuhan
Tuhan menetapkan
dengan Sradha menuju kepada satya (Yajur Weda XIX, 30 )
Dengan berpedoman
pada Sradha sebagai dasar pengertian keagamaan, Agama Hindu dapat
dijelaskan. Sradha adalah kerangka dasar yang membentuk berbagai ajaran
didalam agama Hindu yang perlu diyakini dan dihayati dengan penuh rasa
pengertian.
Dalam makna
pendidikan, maka melatih pemain untuk bekerja keras, mengedepankan sportivitas,
keikhlasan yang tumbuh dari budi, dan moral yang luhur untuk menciptakan
kedamaian bagi masyarakat Desa Panji.
IV. SIMPULAN
Berdasarkan pada
pembahasan di atas dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
A. Bentuk
Tradisi Magoak-goakan
Bentuk
tradisi Magoak-goakan yaitu dilakukan oleh masyarakat Desa Panji, dengan
berkumpul di lapangan Desa setempat. Dalam permain Magoak-goakan ini
dibentuk sebuah barisan kebelakang, dan saling bepegangan antara pemain yang
ada didepannya. Adapun aturan permainan Magoak-goakan yakni, peserta
yang paling depan bertugas untuk menangkap ekor yang ada paling belakang.
B. Fungsi
Tradisi Magoak-goakan
Adapun
fungsi dari tradisi Magoak-goakan yakni, untuk memperdalam rasa
kekerabatan diantara masyarakat yang ikut melakukannya. Tradisi Magoak- goakan
mempunyai tujuan untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan. Pelaksanaan
tradisi Magoak-goakan melibatkan banyak orang yang tanpa membedakan
status untuk ikut berbaris untuk memainkan Magoak-goakan.
C. Makna
Tradisi Magoak-goakan
Makna
dari tradisi Magoak-goakan yakni, dengan kreativitas dari seorang pemain
sulit untuk diterka arah gerakannya. Serta dalam permainan Magoak-goakan diiringi
dengan alunan bleganjur untuk memotivasi para pemain agar tetap bersemangat
untuk mengikuti permainan ini. Bertitik tolak dari tradisi Magoak-goakan mempunyai
pandangan dan kepercayaan masyarakat untuk melaksanakannya akan menumbuhkan
kebersamaan dan kedamain bagi yang ikut melakoni tradisi Magoak-goakan.